| a. Bhatara Siwa sumber segala. | 
 
                  | Dalam lontar Bhuwanakosa dikatakan bahwa semua yang ada 
                    ini muncul dari Bhatara Siwa dan akan kembali kepada-Nya juga. 
                    Dengan demikian maka Bhatara Siwa adalah sumber segala yang 
                    ada, sama halnya dengan Brahman dalam Upanisad. 
 | 
 
                  | 
                      
 
                        | 
(Bhuwanakosa III, 82). |   
                        | Yatottamam iti sarvve, jagat tatva vva 
                          liyate, yatha sambhavate sarvvam, tatra bhavati liyate. 
                          Sakwehning jagat kabeh, mijil sangkeng Bhatara Siwa 
                          ika, lina ring Bhatara Siwa ya. | 
Semua dunia ini muncul dari Bhatara Siwa, lenyap 
                            kembali pada Bhatara Siwa juga.Segala yang muncul dari Bhatara Siwa itu sifatnya 
                            maya, bukan yang sesungguh nya dan merupakan dunia 
                            phenomena, yaitu dunia gajala yang tampak untuk sementara 
                            saja. Ibarat tampaknya bayang-bayang pada cermin, 
                            yang tampaknya saja ada namun sesungguhnya tidak ada, 
                            dan yang sesungguhnya ada berada di balik bayang-bayang 
                            itu. Adapun yang sembunyi di balik dunia ini, yang 
                            bersifat langgeng, hanyalah Bhatara Siwa sendi
 |  | 
 
                  | Lebih jauh Bhuwanakosa menyatakan sebagai berikut :
 | 
 
                  | 
                      
 
                        | 
(Bhuwanakosa III, 81). |   
                        | Mayamatram idam rupam jagat sthavara jangamarn, 
                          Sivatma bhavate sarve sive tatva wa liyate lkang jagat kabeh, sthavara janggama-waknya, maya swabhawanya, 
                          rupa Bhatara Siwa sahanannya, ikang rat kabeh, i wekasan 
                          lina mare sira.
 .
 | Semua dunia ini, tumbuh-tumbuhan, binatang 
                          wujudnya, maya sifatnya, wujud Bhatara Siwa itu semuanya, 
                          semua dunia ini pada akhirnya lenyap kepada-Nya |   
                        | 
(Bhuwanakosa III, 71). |   
                        | Tatvani sanharet bhuyah liyante tatvake 
                          punah, salilan eka tat sarvve, drstopi vuvudhah yatha, 
                          Mangkana pwa Bhatara Siwa, irikang tattwa kabeh, ri 
                          wekasan lina ri sira muwah, nihan drstopamanya, kadyang-ganing 
                          wereh makweh wijilnya tunggal ya sakeng wway | Demikianlah Bhatara Siwa, pada semua tattwa, 
                          pada akhirnya kembali lagi ke dalam dirinya. contohnya 
                          seperti halnya buih banyak munculnya (namun sesungguhnya) 
                          tunggal dari air. Dan uraian kutipan di atas ternyata 
                          segala yang ada ini mengalami muncul, mengada dan meniada. 
                          Dalam hubungan inilah Bhatara Siwa dipandang sebagai 
                          Pencipta, Pemelihara dan Pemralina segala yang ada. |   
                        | 
Bhuwanakosa III, 78). |   
                        | Brahma srjayate lokam visnave palaka sthitam, 
                          rudretvesangharas ceva, trimurtih nama eva ca. Lwir 
                          Bhatara Siwa magawe jagat, Brahma rupa siran panrsti 
                          jagat, Wisnu rupa siran pangraksa ng jagat, Rudra rupanira 
                          mralayaken rat, nahan tawak niran tiga. bheda nama | Halnya Bhatara Siwa menciptakan dunia 
                          ini. Brahma wujudnya waktu menciptakan dunia ini.
 Wisnu wujudnya waktu menjaga dunia ini.
 Rudra wujud-Nya waktu mempralina dunia ini
 Demikianlah tiga wujud-Nya (Trimurti) hanya beda nama.
 
 |  | 
 
                  |  | 
 
                  | b. Bhatara Siwa bersifat immanent dan 
                    trancendent. | 
 
                  | Ajaran Ketuhanan yang termuat dalam lontar-lontar tattwa 
                    di atas, azasnya bersumber pada kitab-kitab Veda dan Upanisad 
                    sebagaimana telah diuraikan di depan. Jika dalam Veda Tuhan 
                    disebut Tat dan dalam Upanisad disebut Brahman maka dalam 
                    lontar-lontar itu Tuhan dipanggil Bhatara Siwa Bhatara Siwa bersifat immanent dan juga trancendent. Immanent 
                    artinya bahwa beliau hadir di mana-mana, sedangkan trancendent 
                    artinya bahwa beliau mengatasi pikiran dan indriya manusia. 
                    Hal mi dengan jelas tampak dalam sloka berikut:
 
 | 
 
                  | 
                      
 
                        | 
(Bhuwanakosa II, 16). |   
                        | Sivas sarvagata suksmah, bhutanam antariksavat, acintya 
                          mahagrhayante, naindriyam parigrhyante. Bhatara Siwa 
                          sira wyapaka, sira suksma tan kneng angen-angen, kadyangganing 
                          akasa sira, tan kagrhita dening manah mwang indriya. | Bhatara Siwa meresapi segala, Ia gaib tak dapat dipikirkan, 
                          seperti angkasalah Ia, tak terjangkau oleh pikiran dan 
                          indriya |  | 
 
                  | Berdasarkan bunyi kutipan di atas dengan jelas dikatakan 
                      bahwa Bhatara Siwa meresapi segala, berarti beliau hadir 
                      pada segala, hadir di mana-mana (immanent), berarti pula 
                      ada dalam pikiran dan indriya manusia. Akan tetapi juga 
                      tak terjangkau oleh pikiran maupun indriya itu sendiri. 
                      Ini berarti bahwa beliau mengatasi pikiran dan indriya itu 
                      sendiri (trancendent).
 Bhatara Siwa juga bersifat berpribadi (personal) dan juga 
                      tak berpribadi (impersonal). Dalam aspeknya yang personal 
                      beliau adalah ayah (sah pita), lbu (sah matah), Saudara 
                      (sah mitra), Keluarga (sah vanduh), Guru (sah Guruh) dan 
                      sebagainya. Sedangkan dalam aspeknya yang impersonal, beliau 
                      bersifat tak terpikirkan (acintya), tak berawal. tengah 
                      dan akhir (anadi madhyantan). tak terbatas (amita). tak 
                      berbadan (agatram) dan sebagainya
 
 
 | 
 
                  |  | 
 
                  | c. Bhatara Siwa adalah Esa, berada 
                    di mana-mana dengan nama-nama yang berbeda | 
 
                  | Sebagaimana juga ajaran Veda dan Upanisad dengan jelas 
                      menyatakan Tuhan itu Esa, demikianlah pula dinyatakan dalam 
                      lontar-lontar tattwa di Bali. Perhatikanlah kutipan benkut 
 | 
 
                  | 
                      
 
                        | 
(Jnanasiddhanta: 122) |   
                        | Sa eko Bhagawan Sarvah Siva-karana-karanam
 Aneka viditah Sarvah
 Caturvidhasya karanam.
 Kalanganya:
 Ekatvanekalva swalaksana Bhatara. Ekatwa ngaranya. kahidep 
                          maka laksanang Siwatwa. Ndan tunggal. tan rwa-tiga kehidepannia. 
                          Mangekalaksana Siwa-karana juga, tan paprabheda. Aneka 
                          ngaranya kahidepan Bhatara maka laksana caturdha. Caturdha 
                          ngaranya, laksana niran sthula-suksma-parasunya
 
 | 
Dia, Siwa Yang Suci adalah Esa, penyebab 
                            Siwa selaku Sebab Pertama; Siwa juga dipandang sebagai 
                            lebih dari pada Esa, karena karyanya bersifat empat. 
                            Ciri-ciri Siwa ialah Esa. Esa berarti bahwa oleh akal 
                            budi ditangkap sebagai sesuatu yang cirinya ialah 
                            kodrat Siwa yang sejati (Siwa-tat-twa). Dan ia dipandang 
                            sebagai yang Esa (Eka), bukan dua atau tiga. Satu-satunya 
                            ciri ialah sebab Siwa (Siwa-karana) saja, tanpa adanya 
                            perbedaan. Aneka berarti bahwa Ia dipandang sebagai 
                            bercirikan empat. Bercirikan empat berarti: sthula, 
                            suksma, para dan sunya. Bhatara Siwa Yang Esa itu 
                            dalam hal menjadi Hyangnya sesuatu memiliki nama-nama 
                            yang berbeda, antara lain : |   
                        | 
(Bhuwanakosa, III. 9) |   
                        | Prthivya sarvva ekayam. salile bhava samsmrtah,
 agno pasupati jneyam,
 bayva isanam eva ca.
 Nihan wibhaga Bhatara munggwing rikang tatva kabeh, 
                          sarwajna ngaranira, yang umandel ing prthiwi, Bhawa 
                          ngaranira yan umandel ing toya, Pasupati ngaranira yan 
                          umandel ing Sanghyang Agni, Isana ngaranira yan umandel 
                          ing bayu.
 | 
Inilah perincian Bhatara berada pada 
                            semua tattwa, Sarwajna namanya bila berada pada tanah. 
                            Bhawa namanya bila berada pada air, Pasupati namanya 
                            bila berada pada api, Isana namanya bila berada pada 
                            angin |   
                        | 
(Bhuwanakosa, III, 10). |   
                        | Akase bhagavan bhimah, mahadevopi manasi,
 tan matrasthe ca ugroyah,
 tejase rudra ucyate.
 Bhima ngaranira yan heneng akasa, kinahanan ta sira 
                          dening asta guna, Mahadeva ngaranira yan haneng manah, 
                          tan pawak, Ugra ngaranira yan haneng panca tan matra, 
                          Rudra ngaranira yan haneng teja, makuwak ahangkara
 
 | 
Bhima namanya bila berada di angkasa, 
                            dipenuhi Ia oleh asta-guna, Mahadewa namanya bila 
                            berada pada pikiran, Ugra namanya bila berada pada 
                            panca tan matra, Rudra namanya bila berada pada cahaya 
                            berbadan ahangkara. |  | 
 
                  | Demikianlah nama-nama Bhatara Siwa yang Tunggal itu ketika 
                    berada pada panca maha bhuta, panca tan matra, manah dan ahangkara.
 Sedangkan nama-nama Bhatara Siwa bila berada pada penjuru 
                    dunia ini adalah sebagai berikut :
 
 | 
 
                  | 1. Sanghyang Iswara di Timur 2. Sanghyang Maheswara di Tenggara
 3. Sanghyang Brahma di Selatan
 4. Sanghyang Rudra di Barat Daya
 5. Sanghyang Mahadewa di Barat
 6. Sanghyang Sangkara di Barat Laut
 7. Sanghyang Wisnu di Utara
 8. Sanghyang Sambhu di Timur Laut
 9. Sanghyang Siwa di Tengah
 
 | 
 
                  | Kesembilan perwujudan Bhatara Siwa ini disebut Dewata Nawasanga. 
                    Sanghyang Iswara, Sanghyang Brahma, Sanghyang Mahadewa, Sanghyang 
                    Wisnu dan Sanghyang Siwa disebut Panca Dewata. Pada Dewata 
                    Nawasanga ini Bhatara Siwa berada di Tengah sebagai inti. 
                    sentrum semua dewa. sentrum semua yang ada.
 
 Selain nama-nama tersebut ada pula nama-nama Bhatara Siwa 
                    dalam aspeknya sebagai Panca Brahma. yaitu:
 
 | 
 
                  | 1. Sadyajata di Timur dengan wijaksara 
                    Sa atau Sang 2. Bamadewa di Selatan dengan wijaksara Ba atau Bang
 3. Tatpurusa di Barat dengan wijaksara Ta atau Tang
 4. Aghora di Utara dengan wijaksara A atau Ang
 5. Isana di Tengah dengan wijaksara I atau Ing.
 
 | 
 
                  | Wijaksara-wijaksara Sa, Ba, Ta, A, I atau Sang, Bang. Tang, 
                    Ang, Ing ini disebut Panca Brahmaksara, Wijaksara ini sangat 
                    sering dipakai dalam puja-puja di Bali.
 Demikianlah antara lain nama-nama Bhatara Siwa yang tentunya 
                    masih banyak lagi namaNya yang lain.
 
 | 
 
0 komentar:
Posting Komentar